Dana Sulistyaning Bawono
Universitas Muhammadiyah Malang/Hubungan Internasional
Reklamasi pantai yang dilakukan Singapura menimbulkan masalah dalam penetapan batas wilayah antara Indonesia dengan Singapura. Luas wilayah singapura pada awalnya adalah 580 km2, dan pada tahun 2005 jumlahnya bertambah menjadi 699 km2. Luas Selat Singapura juga makin berkurang, tidak mencapai 24 mil laut yang sudah menjadi ketetapan internasional. Daratan Singapura, menjadi maju 12 km dari original base line perjanjian perbatasan sebelumnya. Pihak Indonesia khawatir penetapan batas wilayah di Selat Singapura juga akan berubah. Artikel ini menganalisis tentang bagaimana perkembangan sengketa dan sikap kedua Negara dalam menghadapi sengketa wilayahnya.
Sengketa wilayah maritim Indonesia dengan Singapura memang bukan masalah baru dalam persengketaan wilayah di selat Singapura. Sengketa wilayah ini sudah ada sejak Singapura merdeka dari Malaysia kemudian ingin memperluas wilayah daratanya dengan mereklamasi pantai selatan Singapura. Reklamasi ini tentunya juga mengancam kedaulatan wilayah laut Indonesia yang otomatis mempersempit luas selat Singapura.
Bentuk kelanjutan dari diplomasi yang dilakukan pemerintah Indonesia dan Singapura, pada Maret 2009 perjanjian batas laut antara kedua negara ditandatangani di Jakarta. Pembicaraan tentang perjanjian ini sudah dilakukan sejak tahun 2005, untuk menyelesaikan batas wilayah Indonesia-Singapura di bagian barat Selat Singapura, antara perairan Tuas dan Nipah. Sementara untuk wilayah tengah dan timur, masih dalam tahap penyelesaian, karena memerlukan kajian yang lebih mendalam. Disetujuinya perjanjian batas laut ini, diharapkan dapat mempertegas posisi Pulau Nipah sebagai titik dasar yang digunakan dalam pengukuran batas maritim Republik Indonesia dengan Singapura.
Penetapan batas laut wilayah Indonesia dan Singapura ini memiliki beberapa keuntungan. Selain adanya kejelasan batas wilayah kedua negara tersebut, keuntungan lain adalah, memudahkan upaya pengawasan dan penegakan kedaulatan negara di wilayah tersebut, memudahkan upaya Indonesia sebagai negara pantai untukmenjamin keselamatan jalur navigasi di Selat Singapura, dan meningkatkan hubungan baik kedua negara. Dalam menetapkan perjanjian ini, pemerintah Indonesia menolak mengakui wilayah reklamasi Singapura, dan menggunakan perjanjian tahun 1973 sebagai sumber. Menurut Pasal 60 Ayat 8 UNCLOS disebutkan bahwa, “pulau buatan, instalasi, dan bangunan tidak mempunyai status pulau dan laut teritorialnya sendiri, maka kehadirannya tidak memengaruhi penetapan batas laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif, dan landasan kontinen.”
Komentar
Posting Komentar